Praja Cihna, Lambang Kraton Yogyakarta

“Praja Cihna dibuat oleh Sultan Hamengku Buwono I, yang bermakna sifat sejati seorang abdi negara”.

 

GUDANGJOGJA.ID. Kraton Yogyakarta memiliki lambang atau simbol kerajaan yang dijunjung tinggi masyarakat Mataram. Simbol tersebut sarat akan makna serta filosofi yang membawa pada kesejahteraan dan kejayaan kraton. Lambang tersebut dikenal dengan nama Praja Cihna.

Praja Cihna dibuat oleh Sultan Hamengku Buwono I yang berasal dari bahasa Sansekerta. Praja berarti abdi negara, sedang Cihna berarti sifat sejati. Secara harfiah Praja Cihna bermakna sifat sejati seorang abdi negara.

Baca juga: Praja Cihna, Lambang Kraon Jogja

Selain berfungsi sebagai ragam hias di beberapa bangunan, Praja Cihna juga digunakan dalam kop surat resmi dan medali penghargaan. Adapun makna-makna yang terdapat dalam lambang tersebut adalah: 

1. Songkok / Mahkota

Ageman irah-irahan prajurit. Minangka pralambang sipat satriya sarta cihnaning Nata.
Penutup kepala yang dikenakan oleh prajurit Melambangkan watak ksatria yang juga merupakan sifat seorang Raja.

2. Sumping / Hiasan Telinga

Ageman tancep talingan. Ceplik, lambange urip, kayadene kembang srengenge. Godhong kluwih, saka tembung “luwih”, duwe kaluwihan. Makara, rasa dayane kanggo hanjaga rubeda, awit kuncarane kraton.

Perhiasan yang diselipkan ditelinga. Giwang, yang berbentuk seperti bunga matahari, melambangkan kehidupan. Daun Keluwih, berasal dari kata “luwih” yang berarti kelebihan. Makara, melambangkan perlindungan untuk keselamatan kraton.

3. Praba / Sorot Cahaya

Gegambaraning parogo ingkang kinormatan sayekti tumrap kapitayan Jawa Mataram.
Melambangkan pribadi yang dapat menegakkan kehormatan Jawa Mataram.

4. Lar / Sayap

Swiwi Peksi, lambange gegayuhan inggil kayadene sumundul angkasa.
Melambangkan cita-cita tinggi, setinggi langit.

5. Tameng / Tameng

Sanjata kanggo handanggulangi salira ing palagan. Warni abrit, pralambang niat wanton jalaran hambela gegayuhan leres tumrap bebrayan, ananging mboya nilarake sipat waspada. 

Senjata untuk melindungi diri pada saat perang. Warna merah melambangkan keberanian yang tanpa meninggalkan kewaspadaan untuk membela kebenaran.

6. Seratan Ha Ba / Tulisan Ha Ba

Cihnaning Nata, bilih ingkang jumeneng enggeh sesilih Hamengku Buwana. Asma puniku kebak wucalan hadi luhung kacihna hamengku, hamangku, sarta hamengkoni. Warna jene pralambang Agung Binathara.

Aksara Jawa ‘Ha’ dan ‘Ba’ merupakan singkatan dari gelar Sultan yang bertahta di Keraton Yogyakarta. Gelar tersebut penuh dengan harapan luhur agar mampu melindungi, membela, serta mewujudkan kemakmuran rakyat. Warna kuning keemasan melambangkan keagungan.

7. Kembang/ Sekar Padma / Bunga Padma

Sesambetane kaliyan panggesangan bilih samangke sedaya puniku ugi linambaran dateng gelare donya akhirat.
Bunga teratai yang mengambang di atas air menggambarkan kehidupan dunia yang mendasari kehidupan di akhirat.

8. Laler/Sulur / Tumbuhan Sulur 

Pralambang bilih panggesangan puniku lumampah kalajengan kados gesange sulur mrambat.
Menggambarkan kehidupan berkelanjutan laksana sulur yang terus menerus tumbuh merambat.

Selain lambang Kasultanan, juga disusun lambang bagi pribadi Sultan. Lambang pribadi atau Cihnaning Pribadi ini bentuknya sama persis dengan Praja Cihna dengan tambahan Huruf Murda di bagian bawah helai sayap. Huruf Murda tersebut berarti angka yang menandakan Sultan yang sedang bertahta. Cihnaning Pribadi ini banyak ditemukan pada benda-benda seperti perabot rumah tangga peninggalan Sultan-Sultan yang pernah bertahta. Termasuk dalam hal ini, Cihnaning Pribadi Sri Sultan Hamengku Bawono Ka 10 pernah dicetak dalam kertas undangan upacara pernikahan putri-putrinya.

Baca juga: Sri Sultan Hamengku Buwono X
Baca juga: Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Per,aisuri Sri Sultan Hamengku Buwono X

Materi dan Foto: www.kratonjogja.id, berbagai sumber