Perkumpulan Pit Dhuwur Yogyakarta, Membangun Filosofi "Ngajeni Kiwo Tengen"

“Mengayuh sepeda tinggi bukan berarti untuk pamer, melainkan untuk mengetahui keadaan disekitar dengan sudut pandang yang lebih luas. Menjadi anggota sepeda tinggi harus menaati peraturan, bergerak dengan santun dan tetap menghormati orang lain dengan cara yang damai.”


GUDANGJOGJA.ID. Pit Dhuwur atau sepeda tinggi, merupakan nama dari salah satu komunitas sepeda di Jogja. Uniknya, bentuk sepeda yang digunakan pada komunitas ini berbeda dengan sepeda biasanya. “Pit” dalam Bahasa jawa artinya sepeda, dan “dhuwur” artinya tinggi. Ukuran frame sepeda yang menjulang tinggi menjadi keunikan pada komunitas ini.

SEJARAH

Awal mula adanya sepeda tinggi atau pit dhuwur Yogyakarta sekitar tahun 2006. Setelah Gunung Merapi memuntahkan lava pijarnya dan seiring dengan kebangkitan trauma serta ekonomi warga, Pit Dhuwur ini muncul.

Awalnya untuk melakukan sirkus di Jogja, kemudian seiring berjalannya waktu, banyak pandangan negatif soal sirkus, terutama penyiksaan terhadap binatang. Meski bukan komunitas ini yang dimaksud, tetapi keberadaan sepeda tinggi di Yogyakarta menjadi vakum.

Kali pertama kemunculan hanya beranggotakan 10 orang yang masing-masing orang memiliki sepeda tinggi mulai dari tinggi 1-2 meter, kemudian sejak kemunculan kampanye bersepeda di Yogyakarta, salah satunya Jogja Last Friday Ride (JLFR), pada 2010 kembali menghidupkan komunitas tersebut. 

Keberadaan sepeda tinggi di Jogja makin tenar. Hingga kini, ada sekitar 200 anggota, kebanyakan anggota berada di wilayah Bantul. Meski memiliki hampir 200 anggota, tidak semuanya memiliki sepeda tinggi. Ada juga anggota yang hanya memiliki sepeda jenis BMX atau sepeda gunung.

MEMBANGUN FILOSOFI “NGAJENI KIWO TENGEN”

Memang awal kemunculannya hanya sebatas hiburan, lambat laun filosofi dari bersepeda tinggi ini muncul. Mengayuh sepeda tinggi bukan berarti untuk pamer, melainkan untuk mengetahui keadaan disekitar dengan sudut pandang yang lebih luas. Harapannya, pengendara lebih bijak dan arif melihat situasi dan tetap merendah ketika berkumpul di tengah masyarakat.

Baca juga: Kenapa Sih Plat Nomor Kendaraan Yogyakarta Berkode "AB"?
Baca juga: Duta "Sheila on 7", Bermusik Adalah Pilihan Hidup

Bersepeda dengan tinggi mencapai 2 meter misalnya, pengendara bisa mengukur jarak tinggi dan bagaimana harus menghormati orang lain saat menggunakan akses jalan. Berada di ketinggian bukan untuk menunjukkan posisi yang tinggi diatas bak penguasa. Harus ngajeni kiwo tengen (menghormati kanan-kiri) saat mengayuh sepeda ini, menjadi hal utama yang harus dipahai di komunita sini.

Bersepeda bersama-sama dilakukan juga untuk menguatkan sikap gotong royong. Hal itu menjadi maksud agar generasi muda terutama anggota sepeda tinggi, memahami makna saling menguatkan dan menghormati satu sama lain. Menjadi anggota sepeda tinggi harus menaati peraturan, bergerak dengan santun dan tetap menghormati orang lain dengan cara yang damai.

BUTUH KEAHLIAN KHUSUS

Ketertarikan anggota untuk bergabung, tidak lain karena mengendarai sepeda tinggi cukup menantang. Kelihaian mengendarai sepeda tinggi bisa dilakukan hanya dalam satu pekan. Dalam komunita ini, batas ketinggian sepeda berkisar 1-2 meter, maksimal 3 meter. Di atas angka itu, pemilik sepeda disarankan untuk memendekkan.

Baca juga: Angkringan Jogja, Sejarah dan Filosofi

Bukan tanpa alasan, berkendara dengan ketinggian di atas 3 meter tentu membahayakan pengendara, termasuk bisa mengganggu orang yang ada di sekitar saat berkendara. Keselamatan paling penting di dalam komunitas ini.

Membuat sepeda tinggi bisa dilakukan oleh masing-masing orang ketika memiliki ilmunya. Untuk membuat satu buah sepeda tinggi dengan tinggi 1-2 meter, membutuhkan biaya sekitar Rp500-700 ribu. Dalam waktu satu pekan, sepeda tinggi sudah bisa selesai dirakit dengan desain yang diinginkan dan siap digunakan. 

*****

Pergerakan sepeda tinggi ini juga tidak hanya di Yogyakarta. Sepeda tinggi mulai muncul di berbagai kabupaten dan kota, seperti Bekasi, Jakarta, Bandung, Nganjuk, serta Kebumen. Meski demikian, tujuannya sama, bersepeda bukan untuk pamer, tetapi tetap merendah untuk melihat situasi sekitar guna mengambil pelajaran yang baik serta mengambil keputusan yang bijak.

 

Sumber: https://jogja.suara.com
Foto: Instagram @imandiwahyudi, @tallbike_yk

Yuk dukung gerakan "BERGERAK BERSAMA UNTUK YOGYAKARTA". 

Setiap pembelian produk di gudangjogja.id, kamu turut membantu pengrajin lokal, pelestarian lingkungan dan peduli fakir miskin & anak yatim. Seluruh produk gudangjogja.id berasal dari pengrajin lokal, 0.5% dari pembelianmu disalurkan dalam kegiatan sosial peduli lingkungan dan 2.5% pembelianmu disalurkan kepada fakir miskin & anak yatim di lokasi DIY dan sekitarnya. 

DAPATKAN PRODUK GUDANGJOGJA.ID DISINI!!